Jakarta -Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan kebijakan pemerintah menyesuaikan harga bahan bakar minyak atau BBM jenis pertalite dan solar pada 3 September 2022 sebetulnya bukan untuk menaikkan harganya, melainkan untuk mengurangi besaran subsidinya.
“Ini poinnya bukan menaikkan harga, tapi mengurangi subsidinya,” kata Erick saat rapat kerja dengan Komisi VI, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 8 September 2022.
Oleh sebab itu, meskipun harga minyak mentah dunia terus turun di bawah level US$90 per barel, maka dia mengatakan, harga-harga BBM bersubsidi ke depannya akan semakin sesuai dengan harga yang beredar di pasaran.
Dengan demikian, subsidinya juga akan semakin menurun.
“Saya lihat turun lagi ke US$90 per barel kalau tidak salah.
Kalau ini turun ke US$75, US$65, alhamdulilah berarti harga yang kita lakukan sekarang sudah harga pasar, sehingga subsidinya akan menurun,” ucap Erick.
Penyesuaian harga BBM ini, kata dia, tidak bisa dielakkan lagi karena Indonesia sejak 2003 sudah menjadi negara importir BBM.
Di sisi lain, Indonesia juga bukan lagi menjadi bagian dari negara-negara eksportir minyak yang tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries atau OPEC.
Di sisi lain, Erick melanjutkan, jumlah penduduk Indonesia juga terus mengalami peningaktan dari tahun ke tahunnya, sehingga konsumsi BBM pun juga akan terus meningkat di tengah semakin bertambahnya jumlah penduduk kelas menengah di dalam negeri.
“Bagaimana pertumbuhan penduduk Indonesia meningkat dari sebelumnya sampai sekarang 270 juta, bahkan di 2045 mencapi 318 juta, dan middle class kita meinigkat sampai 145 juta,” ujar dia.
Sebelumnya, di tengah kenaikan harga BBM di Indonesia, Pertamina Integrated Enterprise Data and Command Center (PIEDCC) mencatat ketersediaan stok BBM jenis Pertalite berada pada level 17 hari, Pertamax pada level 49 hari dan Pertamax Turbo pada level 99 hari.
Sedangkan untuk ketersediaan jenis Solar berada pada level 18 hari dan Pertamina Dex pada level 76 hari.
Adapun untuk ketersediaan BBM yang dikonsumsi untuk angkutan udara, yaitu yang berjenis Avtur berada pada level ketersediaan untuk 31 hari mendatang.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, lewat PIEDCC bisa terpantau aliran mulai dari produksi hingga penyaluran BBM ke masyarakat.
Bahkan sistem PEDCC bisa memantau langsung potensi kebocoran distribusi di lapangan.
“Ini upaya yang kita lakukan untuk mengurangi losses (kehilangan) baik dari kilang, masuk ke kapal, masuk ke mobil tangki dan masuk ke SPBU.
Di SPBU semua tercatat misalnya dari dispenser nomor 5 produknya apa saja yang dikeluarkan.
Jadi kalau ada selisih langsung kelihatan,” jelas Nicke.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.